Di
bawah lindungan Allah, ku berusaha menjadi yang baik. Proses menuju kebaikan
yang terkadang belum menyeluruh pada hati dan jiwaku. Lisan dan perbuatan yang
belum bisa seimbang, ibarat memerintah orang lain tetapi hati sendiri belum
melakukan kata hati seperti melakukan sesuatu belum selaras dengan lisanku.
Sungguh diri ini kecil dan lemah, keimanan yang belum kuat, keegoisan yang
tinggi, sulit menerima kritik dan saran, serta selalu sombong di gemerlapnya
dunia.
Kebetulan ku mempunyai sahabat yang
mungkin kini ku baru sadar telah diperhatikan dengan nasehat-nasehat baiknya. Tempo
dulu ku merasa pingin menang sendiri, sulit untuk dikritik dan diberi saran,
kini ku merasakan bahwasanya nasehat itu benar harus diberlakukan sekarang. Katakanlah
ku kurangnya kasih sayang, semenjak Ibuku tiada perhatian banyak ku dapat dari
saudaraku tercinta dan kini siapa lagi kalau bukan sahabat.
Sahabat yang selalu melindungi,
membimbing untuk kebaikan kita, selalu kita abaikan kebaikannya bahkan tanpa
kita sadari yang kita campakkan selalu mendo’akan kita. Sungguh apakah ini sahabat yang kebetulan
atau kesengajaan? Tak pernah sahabat membalas sikap buruk ku bahkan dia selalu
berdo’a. Dan sahabat itulah yang membuatku dewasa, sungguh beratinya sahabat,
sahabat yang bukan hanya kita manfaatkan ketika kita membutuhkannya akan tetapi
sahabat yang bisa kita ajak bekerja sama, saling menasehati dan mengingatkan.
Awalnya ku selalu suudzan, apa sih
untungnya suudzan? bahkan sadar suudzan itu perbuatan yang tidak baik, akan
tetapi sahabat yang membaiki kita, malah kita yang selalu menyakitinya bahkan
ia tak membalasnya, astaghfirullahal’adzim, ternyata husnudhan itu juga perlu dibutuhkan
latihan. Mudah lisan ini untuk mengatakan itu sungguh jika kita memahami dan
mengaplikasinnya sungguh perlu tahap-demi tahap yang selalu mengalami jatuh
bangun.
Kebetulankah atau kesengajaan ku
mempunyai sahabat yang mungkin unik bagiku. Ia bisa mengetahui apa yang ku
lakukan, dari batin, niat, yang nampak bahkan yang tak nampak. Awalnya ku
merasa takut. Ku bingung ko bisa tahu ya,, jangan-jangan, kecurigaan selalu
muncul, katakanlah kegalauan yang tingkatnya hampir tinggi. Ku selalu berusaha
mencari solusi, bahkan solusi itulah yang bisa menenangkan aku untuk selalu
berhusnudhan, bahwasanya luruskan niat, yang bisa mengetahui itu semua hanyalah
Allah, keimananmu harus kamu tingkatkan.
Perasaanku selalu gelisah, kenapa
sahabatku bisa tahu semuanya, sehingga yang terjadi ku malu dengan diriku
sendiri, bahkan sama Allah, Allah saja yang selalu melihat perilaku kita tanpa
tidur kita seakan mati rasa, itu baru manusia yang ibaratnya mempunyai
kelebihan, kita merasa diawasi, positifnya bahwasanya Allah yang utama, Allah
yang selalu mengawasi kita, seharusnya ku lebih malu sama Allah, dengan begitu
ku sadar ku merasa kecil, apa yang kita banggakan di dunia ini, semuanya hanya
titipan, dan bagaimana kita mengelolanya?
Terimakasih dan maaf yang selalu
kuucapkan kepadanya, seorang sahabat dibalik ketenangannya mempunyai kebaikan
yang mungkin kita baru sadar setelah kita mengetahui kebaikannya dan bahwasanya
tetaplah Allah yang selalu mengawasi kita, seharusnya kita takut dan hati-hati
dalam berbuat maksiat. Kebetulan yang mendidik adalah bersikap husnudhan kepada
siapapun.