KASUS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi
Perkembangan
Dosen Pengampu: Fetty Ernawati
Disusun Oleh:
Fatimatus
Sholikah Dwi Wahyuni (113111128)
Hasan Mawardi (113111154)
Hayyul
Qoyyumuslima (113111155)
Hurun Iin (113111162)
FAKULTAS
TARBIYAH DAN BAHASA
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, istilah anak luar biasa
yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah tafsirkan,
yaitu anak luar biasa selalu diartikan sebagai anak yang berkemampuan unggul
atau berprestasi luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu
kepada pengertian yaitu anak yang mengalami kelainan atau ketunaan, baik pada
satu macam kelainan atau lebih dari satu kelainan jenis kelainan.
Anak yang berkebutuhan khusus secara umum dikenal masyarakat umum
sebagai anak luar biasa. Diharapkan dengan mempelajari Kasus Anak Berkebutuhan
Khusus kita bisa mengetahui pengertian anak luar biasa, klasifikasi anak luar
biasa, Contoh-contohnya, Progam Pendidikan, Kurikulum Pendidikan dan Cara menangani Kasus Anak Berkebutuhan
Khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Anak yang
berkebutuhan khusus secara umum dikenal masyarakat umum sebagai anak luar
biasa. Maka terlebih dahulu dibahas tentang hakekat anak luar biasa. Dalam
percakapan sehari-hari orang yang dijuluki sebagai “orang luar biasa” ialah
mereka yang memiliki kelebihan yang luar biasa, misalnya orang terkenal karena
memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa, memiliki kreativitas yang
tinggi dalam melahirkan suatu temuan-temuan yang luar biasa di bidang IPTEK,
religius, dan bidang-bidang kehidupan lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat,
dan orang yang mencapai prestasi yang
mnghebohkan dan spektakuler, misalnya orang yang berhasil menaklukkan gunung
tertinggi didunia, dan sebagainya.
Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan julukan atau
sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan
dan penyimpangan yang tidak dialami orang normal pada umumnya. Kelainan atau
kekurangan yang dimiliki oleh mereka ynga disebut luar biasa dapat berupa
kelainan dari segi fisik, psikis, sosial dan moral.
Kelainan dari segi fisik dapat berupa kecacatan fisik, misalnya orang
tidak memiliki kaki sebelah kiri, matanya buta sebelah, dan sejenisnya.
Kelainan dari segi psikis, atau aspek kejiwaan (psikologis, misalnya orang yang
menderita keterbelakangan mental akibat dari intelegensi yang dimiliki dibawah
normal) (Abdul Hadis, 2006 : 4-5).
Anak berkebutuhan khusus (dulu disebut sebagai anak luar biasa)
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. ( Hallahan dan
Kauffman, 1986 dalam Abdul Hadis, 2006 : 5-6). Anak luar biasa disebut anak
yang berkebutuhan khusus, karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan, layanan pendidikan, layang sosial,
layanan bimbingan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat
khusus.
B.
Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam dunia
pendidikan luar biasa dewasa ini, anak berkebutuhan khusus diklasifikasikan
atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak, klasifikasi tersebut
mencakup kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental, ketidak mampuan
belajar, gangguan emosional, kelainan fisik, kerusakan atau gangguan
pendengaran, kerusakan atau gangguan penglihatan, gangguan bahasa dan wicara,
dan kelompok anak yang berbakat (Abdul Hadis, 2006 : 4). Anak Berkebutuhan Khusus dapat diketahui dengan cara mengamati Gejala.
Gejala-gejala itu antara lain yang dikemukakan oleh Alja de Bruin
de Boer seorang Orthopedagog anak gifted
Belanda dalam suatu kongres di Belanda tentang anak gifted tahun 2003,
ia memberikan beberapa patokan sebagai pegangan untuk melihat gejala-gejala
anak usia 4-6 tahun yang mengalami loncatan perkembangan, bahwa kita bisa melihat
dari hal-hal berikut ini:
1.
Motoriknya berkembang dengan baik : umumnya pada usia yang sangat
muda, anak ini mempunyai perkembangan motorik yang lebih baik dari anak
seusianya. Mereka duduk dan berjalan lebih dahulu dari teman sekolahnya, dan
masih sangat muda sudah dapat bermain dengan material yang kecil-kecil.
2.
Penggunaan bahasa yang amat baik : sebagian anak berbakat
memppunyai perkembangan bicara yang sangat cepat, tetapi sebagiannya lagi mengalami
keterlambatan bicara, namun lambat laun akan segera menyusul ketertinggalannya
dan menggunakan bahasa yang sulit seperti “ mesin cuci baju”.
3.
Sangat mandiri : para orang tua melaporakan bahwa anak-anak ini
sejak masih kecil sekali sudah ingin melakukan segala hal sendiri.
4.
Memiliki energi yang luar biasa dan sangat banyak gerak : anak-anak
ini bagai anak yang tak pernah lelah. Sering mereka sangat sedikit membutuhkan
waktu atau jam tidur , dan selalu ingin memlakukan berbagai hal.
5.
Dalam berbicara mempunyai perhatian masalah spesifik: cerita-cerita
para orang tua tentang anaknya diusia 2 - 2,5 tahun yang sangat sering adalah
cerita tentang merek-merek dan tipe mobil.
6.
Sangat cepat akan pemahaman dan logika analisis: anak-anak yang
mempunyai loncatan perkembangan pada usia yang sangat dini mempunyai memori
yang sangat baik, dan mempunyai kemampuan menghubungkan kejadian satu dengan
kejadian lainnya, dimana anak-anak lain masih belum mampu.
7.
Mempunyai kreatifitas dalam bermain: anak-anak yang mengalami loncatan
perkembangan ini, sejak masih kecil sudah bisa bisa melakukan permainan
fantasi.
8.
Penting bagi orang tua untuk menyadari bahwa setiap anak mempunyai
pribadi yang unik, setiap anak mempunyai bakat dan minat yang berbeda-beda.
Tanggung jawab orang tua adalah mengenal potensi setiap anak dan menciptakan
suatu iklim atau suasana di dalam keluarga yang memupuk dan mendorong
perwujudan potensi kreatif ini (Utami Munandar, 1998, hlm 5).
9.
Lebih cepat berlajar membaca dan berhitung: melalui kemampuan
pengenalan, melalui banyak pertanyaan yang di ajukannya, serta daya ingat yang
sangat baik, anak-anak dengan loncatan. Misalnya: belajar huruf-huruf melalui
permainan, huruf M ada di Mc Donald, Mora, atau Coklat Mars. (Julia Maria van
Tiel, 2007, hlm 41)
C.
Contoh anak berkebutuhan khusus
1.
Lemah mental, dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: ringan dengan IQ
50-70, sedang dengan IQ 35-49, dan berat dengan IQ 20-34.
2.
Kretinisme, yaitu keadaan jasmani dengan tanda badannya cebol,
kulit muka dan badan tebal berlipat-lipat, muka menggembung, dan tampak bodoh.
Lidahnya menjulur keluar dan dahinya penuh dengan rambut. Anak kretin ini
biasanya mulai berjalan dan berbicara lebih lambat daripada anak normal, umur
mentalnya hanya mencapai umur mental 3-4 tahun, sehingga dapat dikategorikan
lemah mental berat. (Juntika Nurichsan dan Mubiar Agustin, 201,hlm: 49)
3.
Orang tua yang bertengkar, anak-anak yang terlantar seharusnya
anak-anaklah yang menjadi pusat perhatian. Bukan sebaliknya, malah di abaikan.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya anak memerlukan dan bimbingan utama dari
orang tua agar terbentuk kepribadian yang utuh dan kuat. Dalam mengarungi
perjalanan hidup mencapai jenjang kedewasaan, anak memerlukan teladan dari
orang tua. Bagi anak, orang tua adalah pendidik utama, guru yang sejati. Jangan
mengharapakan apa-apa dari anak, kalau orang tua tidak mau turun tangan sendiri
sebagai pendidik utama. (M.Imran Pohan, 1986, hlm: 173) .
4.
ADHD yaitu gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Jika
hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar,
kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang kait
mengait.
D.
Program Pendidikan Untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Kata Program
berasal dari Bahasa Inggris, yaitu Programe yang mengandung arti rencana atau
rencana kegiatan. Dengan mengacu kepada arti kata program yang berarti rencana,
maka program untuk anak berkebutuhan khusus dalam hal ini diartikan sebagai
rencana kegiatan pendidikan yang akan diberikan kepada anak yang berkebutuhan khusus
di sekolah-sekolah khusus dan sekolah-sekolah reguler yang menerapkan sistem
pendidikan inklusi.
Untuk Anak yang
berkebutuhan khusus yang mencakup berbagai jenis kelainan, yaitu anak dengan
ganggan penglihatan, bahasa dan wicara, emosional, anak dengan ketidakmampuan
belajar, ketidakmampuan fisik, dan anak berbakat membutuhkan program pendidikan
yang sesuai dengan status mereka sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Program
pendidikan yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan mereka ialah program
pendidikan individual yang biasa disingkat “PPI”
Program
Pendidikan Individual (PPI) untuk anak yang berkebutuhan khusus dikembangkan
dengan melalui berbagai proses atau tahap-tahap pengembangan dan pelaksanaan
program pengembangan pendidikan
individual, yaitu mencakup tahap: penjaringan dan identifikasi peserta
didik yang berkelainan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa,
melakukan rujukan ke tim pendidikan khusus, melakukan pertemuan tim, menyusun
program pendidikan individual (PPI), melaksanakan program pendidikan individual
(Depdiknas, 2003). Kesemua tahap-tahap tersebut harus dilakukan secara seksama
oleh pihak pengembangan PPI, yaitu
kepala sekolah, pengawas, guru pendidikan khusus, guru kunjung, individu yang
merujuk, tenaga profesi lain sesuai kebutuhan, orang tua anak, dan ank itu
sendiri.
Tahap rujukan
ke Tim Pendidikan Khusus sebagai tahap pengembangan dan pelaksanaan program
pendidikan individual (PPI), dimaksudkan yaitu setiap peserta didik yang
diketahui menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirujuk kepada Tim Pendidikan
Khusus. Kegiatan rujukan dapat dilakukan oleh orang tua, guru kelas,
administrator, tokoh masyarakat, dan tenaga profesi yang lain (Direktorat PLB Ditjendikdasnen
Depdiknas, 2003 dalam buku Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus hlm 30-31).
Masalah-masalah
yang dialami oleh peserta didik sehingga perlu dirujuk ialah karena peserta
didik tidak mampu menyelesaikan tugas tugas sekolah, kesulitan bergaul dengan
teman, kemampuan membaca yang rendah, tidak mampu memusatkan perhatian,
prestasi belajar yang jauh di bawah teman-teman sekelasnya, dan karena anak
mengalami gangguan mobilitas karena kondisi fisik, dan sebagainya. Masalah-masalah
tersebut harus dapat diidentifikasi secara dini oleh pihak guru, orang tua dan
anggota keluarga lainnya seisi rumah, pihak petugas bimbingan konseling di
sekolah, dan pihak terkait lainnya.
E.
Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Yang Berkebutuhan Khusus
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa
Kurikulum adalah:
1.
Sebuah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
2.
Bahan pelajran, serta
3.
Cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
pada Kurikulum 1994 diwujudkan dalam buku Landasan , Program, dan Pengembangan
Kurikulum 1994 diwujudkan dalam buku Garis-Garis Besar Program Pengajaran
(GBPP) serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai program pendidikan tertentu. Pada Kurikulum 1994
diwujudkan dalam buku-buku Pedoman
Pelaksanaan Kurikulum. (Abdul Hadis, 2006:33)
Saya sepakat dengan Program
Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Yang Berkebutuhan Khusus, karena setiap satuan
pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didiknya harus pada
berpegangan pada kurikulum terbaru yang berlaku, seperti kurikulum di tahun 2004, kurikulum tersebut
adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Oleh karena itu, dalam
penyelenggaraan pendidikan khusus untuk anak yang berkebutuhan khusus dewasa ini adalah juga harus mengacu kepada
kurikulum yang berbasis kompetensi yang disebut
sebagai “ Kurikulum 2004”. Begitupun juga sampai tahun sekarang yang
menggunakan kurikulum KTSP.
F.
Cara menangani anak berkebutuhan khusus
1.
Bagi orang tua, mereka akan berusaha setengah mati untuk memahami
kondisi anak dan memikirkan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang
tua harus bisa mempercayai pengajar dan merasa yakin bahwa mereka, sebagai
orang tua, akan diijinkan untuk terlibat dan kemajuan anak selama prasekolah.
2.
Bagi para pengajar, langkah-langkah yang akan mereka lakukan adalah
:
a.
Menjalin kerjasama dengan orang tua, kerjasama antara
pengajar dengan orang tua sangat penting untuk mengetahui kebutuhan
pembelajaran anak dan memastikan adannya respons cepat pada setiap kesulitan.
Oramg tua dan keluarga merupakan tempat paling nyaman untuk anak, dan pengajar
harus mendukung hubungan penting ini dengan cara saling berbagi informasi dan
menawarkan dukungan pembelajaran di rumah.
b.
Menjalin kerjasama dengan pihak lain, pengajar perlu bekerja
sama dengan pengajar dari pihak lain misalnya dinas kesehatan masyarakat lokal,
atau tempat anak tersebut dilindungi oleh Pemerintah Lokal, untuk mengetahui
dan memenuhi kebutuhan serta menggunakan pengetahuan dan saran mereka guna
memeberikan perlindungan sosial kepada anak melalui kesempatan dan lingkungan
belajar terbaik untuk anak.
c.
Memberikan kesetaraan kesempatan, penyedia layanan
pendidikan bertanggungjawab menjamin sikap positif terhadap perbedaan dan
keragaman, tidak hanya supaya setiap anak bisa bergabung dan tidak dirugikan,
namun juga supaya mereka belajar sejak dini untuk menghargai keragaman yang
dimiliki orang lain dan tumbuh dengan memberikan sumbangan positif untuk
masyarakat.(Chris Dukes dan Maggie Smith,2009:3-6).
Salah satu kegiatan yang memiliki peranan penting dalam kegiatan
pendidikan anak usia dini adalah kegiatan bimbingan. Kegiatan bimbingan bagi
anak dapat dijadikan sebagai salah satu cara membantu guru dalam memantau
proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar anak secara berkesinambungan
sehingga dapat memberikan umpan balik bagiguru dalam menyempurnakan proses pembelajaran.
Terkait denagan permasalahan anak, berikut beberapa bentuk
bimbingan yang dapat dilakukan, baik oleh guru maupun orang tua dalam membantu
mengatasi permasalahan anak:
1.
Periksa
Tidak semua tingkah laku yang bemasalah digolongkan gangguan. Oleh karena
itu, Perlu menambah pengetahuan tenytang
gangguan mengenai perkembangan dan jenis gangguan anak.
2.
Pahami
Untuk bisa menangani anak yang mengalami gangguan, ada baiknya
keluarga mengikuti support group dan parenting skill-training. Tujuannya agar
bisa lebih memhami sip dan perilaku anak, serta apa yang dibutuhkan anak, baik
secara psikologis, kognitif (intelektual) maupun fisiologis.
3.
Telaten
Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran untuk menghadapi anak yang
memilik gangguan psikologis.
4.
Membangkitkan kepercayaan diri
Jika mampu, ini juga bisa dipelajari, menggunakan tehnik-tehnik
pengelolaan perilaku, seperti menggunakan penguasa positif. Misalnya memberikan
pujian apabila anak makan dengan tertib atau berhasil melakukan sesuatu yang benar, memberikan disiplin
yang konsisten, dan selalu memonitor perilaku anak. Tujuannya untuk
meningkatkan rasa percaya diri anak.
5.
Mengenali arah minatnya
Jika dia bergerak terus, jangan panik, ikutkan saja, dan catat baik-baik,
kemana sebenarnya tujuan dari keaktifannya. Jangan dilarang semuanya karena
membuat anak menjadi frustasi. Yang penting adalah mengenali bakat atau
kecenderungan perhatiannya secara dini.
6.
Meminimalisir stimulasi yang dapat mengacaukan pikiran dan
konsentrasi. Anak diupayakan tenang terkendali, gangguan dari luar minimal
menggunakan media penanganan yang menarik sesuai dengan modalitas anak (visual,
auditori, kinestik), praktik langsung, menyenangkan, variatif, sesuai dengan
minat anak, mengajarkan strategi meningkatkan memori, mnemoik, kata kunci, peta
pikiran dan insight.
7.
Merancang lingkungan rumah kondusif
Menjauhkan benda berbahaya/tajam, lingkungan fisik nyaman,
memfasilitasi anak yang normal untuk menjadi role model, mempertahankan kontak
mata, memberikan pekerjaaan yang menantang, memastikan adanya sisi menarik
pengajaran, menyederhanakan instruksi, memperjelas instruksi, menjelaskan
tujuan/target dengan jelas, memberi contoh, monitoring perlu dilakukan untuk
memberi masukan pada penanganan lebih lanjut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Orang luar biasa ialah mereka yang memiliki kelebihan yang luar
biasa, misalnya orang terkenal karena memiliki kemampuan intelektual yang
luarbiasa, memiliki kreativitas yang tinggi.
2.
Dalam dunia pendidikan luar biasa dewasa ini, anak berkebutuhan
khusus diklasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan
anak, klasifikasi tersebut mencakup kelompok anak yang mengalami
keterbelakangan mental, ketidak mampuan belajar, gangguan emosional, kelainan
fisik, kerusakan atau gangguan pendengaran, kerusakan atau gangguan
penglihatan, gangguan bahasa dan wicara, dan kelompok anak yang berbakat (Abdul
Hadis, 2006 : 4).
3.
Kurikulum Pendidikan Untuk Anak Yang Berkebutuhan Khusus diatur
dalam
Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
(UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan
bahwa Kurikulum adalah:
a.
Sebuah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
b.
Bahan pelajran, serta
c.
Cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
4.
Cara menangani anak berkebutuhan khusus:
Bagi orang tua, mereka akan berusaha setengah mati untuk memahami
kondisi anak dan memikirkan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan mereka. Orang
tua harus bisa mempercayai pengajar dan merasa yakin bahwa mereka, sebagai
orang tua, akan diijinkan untuk terlibat dan kemajuan anak selama prasekolah.
B.
Saran
Kita sebagai calon pendidik harus tahu bagaimana cara mendidik anak
sesuai dengan minat bakat, karakter dan tentunya anak yang berkebutuhan khusus.
Agar kita lebih bijak dalam memberikan pelayanan khusus dalam menghadapi kasus
anak yang berkebutuhan khusus.
“Anak-anak tidak bahagia karena tidak ada sesuatu pun yang tidak
diperhatikan. Untuk itulah orang tua diciptakan.” (Ogden Nash dalam
S.Chalke.2009:107)
DAFTAR PUSTAKA
Hadis, Abdul. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
Alfabeta. 2006.
Smith, Chris Dukus. Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Indeks. 2009.
Pohan, M.Imran. Masalah Anak dan Anak Bermasalah. Jakarta: CV
Intermedia. 1986.
Baihaqi & Sugiarmin. Memahamni dan Membantu Anak ADHD.
Bandung: Refika Aditama. 2006.
Tiel, Julia Maria. Anakku Terlambta Bicara. Jakarta:
Prenada. 2009
Sujanto, Agus, Lubis Halem, & Hadi, Taufik. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara. 1980
Nurihsan, Juntika. Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
Refika Aditama. 2011.
Chalke, S. Tips Menjadi Orang Tua Arif, Positif, dan Inspiratif.
Jogjakarta: Garailmu. 2009.